Senin, 10 Desember 2012

INTERAKSI SOSIAL



A.    Pengertian Interaksi Sosial

Interaksi sosial ialah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok.
Di dalam interaksi sosial ada kemungkinan individu dapat menyesuaikan dengan yang lain, atau sebaliknya. Pengertian penyesuaian di sini dalam arti luas, yaitu bahwa individu dapat meleburkan diri dengan keadaan di sekitarnya, atau sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dalam diri individu, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh individu yang bersangkutan.
Antara lingkungan dan individu terjadi interaksi satu dengan yang lainnya, sehingga perilaku individu tidak dapat lepas dari lingkungan, dan keadaan ini di formulasikan sebagai B = f(O → E).
Formulasi lain yang dikemukakan oleh Bandura (1977) memberikan gambaran lebih jelas tentang hubungan antara individu dengan lingkungannya dan individu dengan dirinya sendiri. Formulasi ini memberikan pengertian bahwa perilaku seseorang akan dapat mempengaruhi lingkungannya, tetapi juga dapat mempengaruhi individu yang bersangkutan. Dalam interaksi sosial formulasi ini mempunyai arti yang lebih bermakna dari pada formulasi yang terdahulu. Formulasi B = f(O → E) hanya memandang tentang timbulnya atau corak dari perilaku itu, sedangkan formulasi Bandura menunjukkan bagaimana peran perilaku terhadap lingkungan dan dirinya sendiri. Dengan demikian dalam memandang perilaku dalam interaksi sosial tidak lagi unidirectional tetapi bidirectional dalam arti bahwa perilaku juga dapat sebagai interactional determinant.
Interaksi yang kelihatannya sangat sederhana, sebenarnya merupakan suatu proses yang cukup kompleks. Memang kalau dilihat dari teori insting yang dikemukakan oleh McDougall (lih. Baron dan Byrne,1984), manusia itu secara instingtif akan berhubungan satu dengan yang lain (lih. Crider, dkk. 1983). Namun perilaku dalam interaksi sosial tidak sesederhana itu, tetapi perilaku itu didasari oleh berbagai faktor psikologis lain. Seperti dikemukakan oleh Floyd Allport (lih. Baron dan Byrne, 1984) bahwa perilaku dalam interaksi sosial ditentukan oleh banyak factor termasuk manusia lain yang ada disekitarnya dengan perilakunya yang spesifik. Walaupun demikian tentang faktor yang mendasari perilaku dalam interaksi sosial di antara para ahli belum terdapat kata yang menyatu.

B.     Faktor Imitasi

Seperti yang dikemukakan oleh G. Tarde (lih. Gerungan, 1966) faktor yang mendasari interaksi adalah faktor imitasi. Imitasi merupakan dorongan untuk meniru orang lain. Menurut Tarde faktor imitasi ini merupakan satu-satunya faktor yang mendasari atau melandasi interaksi sosial. Seperti yang dikemukakan oleh Gerungan (1966:36).
“Menurut Tarde, masyarakat itu tiada lain dari pengelomokan manusia dimana individu-individu yang satu mengimitasikan dari yang lain dan sebaliknya; bahkan masyarakat itu baru menjadi masyarakat sebenarnya apabila manusia mulai mengimitasi kegiatan manusia lain. Kata Tarde: Ia societe e’est I’ imitation”.
Terhadap pendapat Tarde ini sukarlah orang dapat menerima seluruhnya. Memang faktor imitasi mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat atau interaksi sosial, namun demikian interaksi bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang mendasari interaksi sosial. Imitasi tidaklah berlangsung dengan sendirinya, sehingga individu yang satu akan dengan sendirinya mengimitasi individu yang lain, demikian sebaliknya. Untuk mengadakan imitasi atau meniru ada faktor psikologis yang berperan. Dengan kata lain imitasi tidak berlangsung secara otomatis, tetapi ada faktor lain yang ikut berperan, sehingga seseorang mengadakan imitasi. Bagaimana orang dapat mengimitasi sesuatu kalau seseorang yang bersangkutan tidak mempunyai sikap menerima terhadap apa yang diimitasi itu. Dengan demikian untuk mengimitasi sesuatu perlu adanya sikap menerima, dan sikap mengagumi terhadap apa yang diimitasi itu, karena imitasi itu tidak berlangsung dengan sendirinya.
Tetapi disamping itu diakui juga bahwa faktor imitasi itu memang mempunyai peran dalam interaksi sosial. Misal dalam perkembangan bahasa, akan berlaku  faktor imitasi ini. Apa yang diucapkan anak, anak akan mengimitasikan dari keadaan sekelilingnya. Anak mengimitasi apa yang didengarnya, yang kemudian menyampaikan kepada orang lain, sehingga dengan demikian berkembanglah bahasa anak itu sebagai alat komunikasi dalam interaksi sosial. Demikian pula dalam perilaku, mode-mode dan sebagainya, imitasi banyak memegang peranan. Bila diobservasi, mode-mode yang melanda masyarakat, adalah karena faktor imitasi.

C.     Faktor Sugesti

Yang dimaksud dengan sugesti ialah pengaruh psikis, baik yang datang dari diri sendiri, maupun yang datang dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik dari individu yang bersangkutan. Karena itu sugesti dapat dibedakan (1) auto-sugesti, yaitu sugesti terhadap diri sendiri, sugesti yang datang dari dalam diri individu yang bersangkutan, dan (2) hetero-sugesti, yaitu sugesti yang datang dari orang lain.
Baik auto-sugesti maupun hetero-sugesti dalam kehidupan sehari-hari memegang peranan yang penting. Banyak hal yang tidak diharapkan oleh individu disebabkan baik karena auto-sugesti maupun hetero-sugesti. Misal seseorang sering merasa sakit-sakit saja, walaunpun secara objektif yang bersangkutan dalam keadaan sehat-sehat saja. Tetapi karena auto-sugesti orang tersebut merasa tidak dalam keadaan sehat, dan masih banyak lagi contoh yang dapat diangkat sebagai gambaran peranan auto-sugesti dalam kehidupan seseorang. Dalam lapangan psikologi sosial peranan hetero-sugesti lebih menonjol bila dibandingkan dengan auto-sugesti. Dalam kehidupan sosial banyak individu menerima sesuatu cara, pedoman, pandangan, norma, dan sebagainya dari orang lain tanpa adanya kritik terlebih dahulu terhadap apa yang diterima itu. Misal dalam bidang perdagangan, orang memprogandakan dagangannya sedemikian rupa, hingga tanpa berfikir lebih lanjut orang termakan propaganda itu, dan menerima saja apa yang diajukan oleh pedagang yang bersangkutan. Keadaan semacam ini banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Peranan sugesti dan imitasi dalam interaksi sosial hampir sama satu dengan yang lain, namun sebenarnya keduanya berbeda. Dalam hal imitasi orang yang mengimitasi keadaannya aktif, sedangkan yang diimitasi adalah pasif, dalam arti bahwa yang diimitasi tidak dengan aktif memberikan apa yang diperbuatnya. Apakah orang lain akan mengimitasi atau tidak, hal tersebut tidak menjadi masalahnya. Hal itu tidak demikian dalam sugesti. Dalam sugesti orang dengan sengaja, dengan secara aktif memberikan pandangan-pandangan, pendapat-pendapat, norma-norma dan sebagainya agar orang lain dapat menerima apa yang diberikan itu. Jadi di sini apa yang dituju atau apa yang dikehendaki itu telah jelas, yaitu agar orang lain dapat menerima apa yang diberikannya, hal ini berbeda dengan apa yang terjadi dalam imitasi. Seperti apa yang dikemukakan oleh penjual obat di tepi jalan misalnya, yaitu dengan maksud agar orang-orang yang mendengarkan obrolannya pada akhirnya akan membeli obat yang ditawarkan tersebut. Hal semacam ini juga akan didapati dalam  bidang-bidang lain, sehingga persoalan yang timbul ialah bagaimana agar orang dapat dengan mudah menerima sugesti. Hal ini dapat dikemukakan sebagai berikut.

·         Sugesti akan mudah diterima oleh orang lain, bila daya berpikir kritisnya dihambat
Seperti telah dipaparkan di depan sugesti itu akan diterima oleh orang lain tanpa adanya kritik terlebih dahulu. Karena itu bila orang masih dapat berpikir secara baik, masih dapat berpikir secara kritis, orang tersebut akan sulit menerima sugesti dari pihak lain. Makin kurang daya kritisnya, akan makin mudah orang menerima sugesti dari pihak lain. Daya berpikir kritis ini akan terhambat bila orang terkena stimulus yang bersifat emosional, dan juga kalau orang dalam keadaan lelah baik fisik maupun psikologis. Misal orang yang telah berjam-jam rapat, ia sudah lelah baik fisik maupun psikologis, adanya keengganan untuk berpikir secara berat, sehingga biasanya dalam keadaan yang demikian orang akan mudah menerima pendapat, pandangan dari pihak lain, atau dengan kata lain orang yang bersangkutan akan mudah menerima sugesti dari pihak lain.
Bagaimana peranan stimulus yang bersifat emosional akan menghambat proses berpikir secara kritis, dapat digambarkan oleh Denis de Rougemont berikut ini.
”Hampir empat kali enam puluh menit lamanya saya telah berdiri tegak, terjepit, tertopang oleh lautan manusia. Akan terbalaslah jerih payah saya? Tetapi sekonyong-konyong berkumandang diluar tiupan beratus-ratus selompret. Lampu-lampu listrik dalam ruangan rapat padam dengan serentak, sedangkan dari atas menyorot beberapa biasan cahaya kearah sebuah pintu yang sama tinggi letaknya dengan  serambi tempat duduk yang dibawah sekali.
………………………………………………………………………………
semuanya berdiri seperti patung, tak bergerak sedikit juga, mereka berteriak bersama-sama secara berirama dan mengarahkan mata kepada titik cahaya, kepada wajah yang tersenyum berseri-seri itu; maka bercucurlah air mata orang-orang itu dalam gelap.
………………………………………………………………………………
Perasaan saya pada ketika itu ialah apa yang dinamakan orang kekaguman yang mempesona (lih. Balai Pendidikan Guru, t.t.).
Pada umumnya apabila orang terkena stimulus yang emosional (misal stimulus dari orang peminta-minta yang pada umumnya bersifat emosional), orang tidak dapat lagi berpikir secara jernih, secara kritis, hingga akhirnya orang akan mudah menerima apa yang dikemukakan oleh orang lain, atau dengan kata lain orang akan mudah terkena sugesti.
·         Sugesti akan mudah diterima oleh orang lain, bila kemampuan berpikirnya terpecah-belah (dissosiasi)

Orang akan mudah terkena sugesti dari pihak lain apabila kemampuan berpikirnya terpecah-belah atau mengalami dissosiasi. Orang mengalami dissosiasi bila orang itu dalam keadaan kebingungan, karena menghadapi berbagai-bagai macam masalah. Orang yang sedang dalam kebingungan pada umumnya akan mudah menerima apa yang dikemukakan oleh pihak lain tanpa berpikir lebih jauh terlebih dahulu. Secara psikologis orang yang sedang dalam keadaan kebingungan, orang akan mencari pegangan untuk mengakhiri rasa kebingungannya tersebut. Apa yang dikemukakan oleh orang lain, akan mudah di ambil sebagai langkah untuk mengakhiri  rasa kebingungannya, tanpa pemikiran yang lebih jauh. Selama individu dalam kebingungan, selama itu pula keadaan jiwanya tidak tenteram. Karena itu kalau dalam masyarakat terjadi kebingungan, keadaan ini akan memberikan peluang yang menguntungkan bagi pihak-pihak yang akan memberikan sugesti mengenai sesuatu pandangan, pendapat, norma ataupun hal-hal yang lain.

·         Sugesti akan mudah diterima oleh orang lain, bila materinya mendapatkan dukungan orang banyak (sugesti mayoritas)
Dalam hal ini orang akan mempunyai kecenderungan untuk menerima sesuatu pandangan, pendapat, norma, dan sebagainya, apabila pandangan, pendapat ataupun norma tersebut telah mendapatkan dukungan orang banyak atau mayoritas, yaitu sebagian besar kelompok atau golongan memberikan sokongan atas pandangan, pendapat atau norma tersebut. Orang akan merasa terasing bila ia menolak pandangan, pendapat, ataupun norma yang telah didukung oleh orang banyak atau oleh mayoritas. Orang berkecenderungan oleh karena sebagian besar anggota telah memberikan dukungan atau telah menerima, maka orang akan terasing atau tersingkir dari mayoritas bila tidak ikut menerimanya.
·         Sugesti akan mudah diterima oleh lain,apabila yang memberikan materin itu orang yang mempunyai otoritas.
Walaupun materi yang diberikan itu sama, tetapi kalau yang memberikan itu berbeda, maka akan terdapat perbedaan dalam penerimaan atas materi yang bersangkutan. Dalam hal ini orang mempunyai kecenderungan akan mudah menerima sesuatu yang dikemukakan oleh orang lain apabila yang memberikan itu adalah orang yang mempunyai otoritas dalam bidangnya. Hal yang demikian ini akan menimbulkan rasa percaya bahwa apa yang diberikan itu memang benar, karena memang menjadi bidangnya, sehingga hal ini menimbulkan sikap penerimaan atas pendapat tersebut, dan pendapat yang dikemukakan itu pasti mengandung kebaikan-kebaikan atau kebenaran-kebenaran. Misal materi yang dikemukakan sama, tetapi yang satu dikemukakan oleh orang yang tidak mempunyai otoritas dalam bidangnya (misal seorang juru tulis), sedangkan yang lain diberikan oleh Bupati Kepala Daerah, maka dalam penerimaan atas materi tersebut jelas akan berbeda. Contoh lain, misal materi yang diberikan sama, tetapi yang memberikan teman pasien sendiri, sedangkan yang lain diberikan oleh seorang dokter, maka penerimaannya akan berbeda. Karenanya langkah yang praktis apabila akan memberikan sesuatu dengan maksud agar yang diberikan itu dapat mudah diterima oleh orang lain, maka orang yang memberikan sebaiknya mempunyai otoritas dalam bidang yang diberikan itu.
·         Sugesti akan mudah diterima oleh orang lain, apabila pada orang yang bersangkutan telah ada pendapat yang mendahului yang searah

Bila dalam diri individu telah ada pendapat yang mendahului dan pendapat ini masih dalam keadaan samar-samar dan pendapat tersebut searah dengan yang disugestikan, maka pada umunya orang akan mudah menerima pendapat yang disugestikan tersebut, karena yang disugestikan itu akan lebih meyakinkan tentang pendapat yang mendahuluinya. Orang yang dalam keadaan ragu-ragu akan mudah menerima sugesti yang diberikan oleh pihak lain yang akan menghilangkan rasa keragu-raguannya. Contoh: orang mempunyai pendapat bahwa minyak angin cap PPO merupakan minyak angin yang cukup baik bila dibandingkan dengan minyak angin yang lain. Tetapi pendapat ini masih merupakan pendapat yang samar-samar. Tiap hari orang tersebut mendengar iklan melalui radio bahwa minyak angin cap PPO merupakan minyak angin yang terbaik. Apa yang dikemukakan itu akan mudah diterima oleh orang yang bersangkutan, karena apa yang dikemukakan itu seakan-akan membenarkan pendapatnya dan lebih meyakinkan akan pendapat bahwa minyak angin cap PPO memang minyak angin yang terbaik. Apa yang didengarnya itu lebih meyakinkan akan pendapatnya yang mendahuluinya.

D.    Faktor Identifikasi

Faktor lain yang memegang peranan dalam interaksi sosial ialah faktor identifikasi. Identifikasi adalah suatu istilah yang dikemukakan oleh Freud, seorang tokoh dalam psikologi, khusunya dalam psikoanalisis. Identifikasi merupakan dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain. Sehubungan dengan identifikasi ini Freud menjelaskan bagaimana anak mempelajari norma-norma sosial dari orang tuanya. Dalam garis besar hal ini dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu:

·         Anak mempelajari dan menerima norma-norma sosial itu karena orang tua dengan sengaja mendidiknya. Orang tua dengan sengaja menanamkan norma-norma sosial kepada anak, bahwa ini baik, dan ini tidak baik, ini perlu dikerjakan, dan itu perlu ditinggalkan, dan sebagainya. Orang tua menghargai perilaku yang baik, dan mencela perbuatan yang tidak baik. Orang tua dengan sengaja menanamkan mana-mana perbuatan yang harus dilaksanakan, dan mana-mana perbuatan yang perlu ditinggalkan. Dengan jalan demikian akan tertanamlah norma-norma sosial pada anak.

·         Kesadaran akan norma-norma sosial juga dapat diperoleh anak dengan jalan  identifikasi, yaitu anak mengidentifikasikan diri pada orang tua, baik pada ibu maupun ada ayah. Karena itu kedudukan orang tua sangat penting sebagai tempat identifikasi dari anak-anaknya.
Di dalam identifikasi anak akan mengambil oper sikap-sikap ataupun norma-norma dari orang tuanya yang dijadikan tempat identifikasi itu. Dalam proses identifikasi ini seluruh norma-norma, cita-cita, sikap dan sebagainya dari orang tua sadapat mungkin dijadikan norma-norma, sikap-sikap dan sebagainya itu dari anak sendiri, dan anak menggunakan hal tersebut dalam perilaku sehari-hari. Kedudukan orang tua dalam keluarga adalah sangat penting, karena segala sesuatu yang diperbuat oleh orang tua akan dijadikan tauladan bagi anak-anaknya. Sesuai dengan perkembangan anak, mula-mula anak mengidentifikasikan diri pada orang tuanya, tetapi kemudian setelah anak masuk sekolah, tempat identifikasi dapat beralih dari orang tua kepada gurunya atau kepada orang lain yang dianggapnya bernilai tinggi dan yang dihormatinya. Identifikasi ini  dilakukan oleh anak kepada orang lain yang dianggap ideal dalam sesuatu segi, baik itu norma-normanya, sikap-sikapnya ataupun segi-segi yang lain, yang nilainya dianggap ideal dan ini masih kurang pada anak atau pada individu yang bersangkutan. Masa perkembangan dimana anak atau individu paling banyak melakukan identifikasi kepada orang lain ialah pada masa remaja. Dalam masa ini individu melepaskan identifikasinya dengan orang tua dan mencari norma-norma sosial sendiri. Karena itu dalam masa remaja banyak anak mencari tempat identifikasi pada orang-orang dalam masyarakat yang dianggapnya ideal bagi yang bersangkutan. Hal ini perlu disadari terutama bagi para pemimpin dalam masyarakat. Salah satu faktor yang menimbulkan hal-hal yang tidak diharapkan dari masyarakat pada remaja, antara lain karena kurang adanya tempat identifikasi bagi para remaja, kurang adanya figur-figur dalam masyarakat yang dipandang ideal bagi para remaja.
E.     Faktor Simpati
Selain faktor-faktor tersebut di atas faktor simpati juga memegang peranan dalam interaksi sosial. Simpati merupakan perasaan rasa tertarik kepada orang lain. Oleh karena simpati merupakan perasaan, maka simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan atas dasar perasaan atau emosi. Dalam simpati orang merasa tertarik kepada orang lain yang seakan-akan berlangsung dengan sendirinya, apa sebabnya merasa tertarik sering tidak dapat memberikan penjelasan lebih lanjut. Disamping individu mempunyai kecenderungan tertarik pada orang lain, individu juga mempunyai kecenderungan untuk menolak orang lain, ini yang sering disebut antipati. Jadi kalau simpati itu bersifat positif, maka antipati bersifat negatif.
Dalam antipati individu menunjukan adanya rasa penolakan pada orang lain. Simpati berkembang dalam hubungan individu satu dengan individu yang lain, demikian pula antipati. Dengan timbulnya simpati, akan terjalin saling pengertian yang mendalam antara individu satu dengan individu yang lain. Dengan demikian maka interaksi sosial yang bedasarkan atas simpati akan jauh lebih mendalam bila dibandingkan dengan interaksi baik atas dasar sugesti maupun imitasi.

Layanan Konseling Melalui Telepon



A.    Etika Konseling Via Telpon

Di tengah kondisi ini, pelayanan konseling melalui telepon menjadi alternatif terbaik. Konseling via telpon dapat menembus batas ruang dan waktu. Pelayanan ini dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. Klien tidak perlu membuat janji, menunggu berhari-hari, dan merasa takut rahasia kehidupan pribadinya diketahui oleh lingkungan tertentu. Ia bahkan dengan bebas dapat mengutarakan apa saja tanpa perlu menyebutkan nama dan identitas pribadinya.

Dalam konseling via telpon ada beberapa etika yang harus diperhatikan. Adapun etika konseling via telpon antara lain:

a.       Klien tidak boleh menelpon konselor tengah malam, atau klien hanya boleh menelpon konselor dengan waktu yang telah ditetapkan oleh konselor.
b.      Gunakan bahasa yang sopan sesuai dengan kondisi klien. Seorang konselor harus memahami kodisi klien, konselor menyambut telpon klien dengan ramah tamah seperti “selamat siang, apakah ada hal yang bisa kami bantu”. Begitu juga dengan klien. Gunakan suara yang lembut, volume yang rendah dan intonasi yang bersahabat.
c.       Dengarkan pembicaraan klien sampai selesai, jangan menyela kata-kata klien apalagi pada tahap awal pembicaraan.
d.      Mengembangkan perasaan senang dan berfikir positif tentang siapapun yang menelepon.
e.       Memfokuskan pembicaraan guna mengefektifkan penggunaan media komunikasi. Konselor harus fokus kepada masalah yang dibicarakan klien jangan biarkan hal-hal kecil yang mengganggu konsentrasi ketika sedang melakukan konseling via telpon.
f.       Jaga intonasi suara, jangan terlalu lemah tetapi juga jangan terlalu keras seperti orang sedang marah.
g.      Pilih kata-kata yang sopan, ramah, dan mudah dimengerti.
h.      Jangan berbicara dengan orang ketiga di sekitar Anda pada saat Anda sedang berbicara di telepon.
i.        Jika pembicaraan telah selesai, akhiri pembicaraan dengan nada yang sopan dan ucapkan terima kasih kepada klien karena sudah diberi kepercayaan.
j.        Tidak dibenarkan untuk berkenalan pribadi, bertemu di luar konteks hotline, dan menerima hadiah secara pribadi.
k.      Konselor harus menyadari batasan layanan konseling melalui telepon, bahkan keterbatasannya sebagai konselor.

B.     Tata Cara Konseling Via Telpon

Supaya konseling via telpon berjalan dengan lancar dan baik, ada tata cara yang harus diperhatikan. Adapun tata cara konseling via telpon antara lain:

a.       Terlebih dahulu klien harus membuat janji degan konselor jika ingin berkonseling, atau konselor sendiri yang menentukan jadwal konseling kepada kliennya.
b.      Dalam konseling via telpon konselor menjawab telpon klien dengan ramah tamah dan dengan bahasa yang dimengerti klien.
c.       Sebaiknya konselor yang memulai pembicaraan terlebih dahulu dengan ramah-tamah dan beri kesempatan kepada klien untuk menceritakan masalahnnya.
d.      Di saat klien bercerita konselor tidak boleh memotong pembicaraan klien, biarkan klien mengeluarkan unek-uneknya.
e.       Catat hal-hal yang perlu memperoleh perhatian.
f.       Jika suara klien kurang jelas, konselor harus mengatakan dengan jelas bahwa Anda tidak mendengar suaranya: "Maafkan saya tidak dapat mendengar suara Anda dengan jelas, dapatkah Anda mengulangi sekali lagi”.
g.      Konselor mulai berbicara setelah klien selesai menceritakan masalahnya lalu meminta konselor untuk memberi solusinya.
h.      Selesai pembicaraan, baik koselor maupun klien saling mengucapkan terima kasih.
i.        Tutup pembicaraan dengan sopan.
j.        Beri kesempatan kepada penelepon atau klien untuk menutup telepon terlebih dahulu.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menelpon:

a.       Sikap mau membantu.
b.      Jaga intonasi suara, jangan terlalu lemah tetapi juga jangan terlalu keras seperti orang sedang marah.
c.       Pilih kata-kata yang sopan, ramah, dan mudah dimengerti.
d.      Jangan mengangkat telepon jika Anda masih berbicara dengan orang lain.
e.       Jangan makan/minum selama berbicara di telepon.
f.       Jangan menguap.
g.      Jangan memotong pembicaraan.
h.      Jangan berbicara dengan orang ketiga di sekitar Anda pada saat Anda sedang berbicara di telepon.
i.        Gunakan sapaan atau kalimat yang berbeda-beda sehingga tidak terkesan kaku.
j.        Hindari menelepon pada kondisi ribut di sekitar Anda.

Memberikan Layanan Melalui SMS

Ada konselor yang memberi layanan melalui via SMS. Dan ada beberapa peraturan dalam konseling via SMS :

a.       Bila menerima SMS segera balas, jika terjadi penundaan ucapkan permintaan maaf.
b.      Balas SMS dengan kalimat yang formal dan fleksibel.
c.       Dahului dengan sapaan yang sopan, misal: Bapak atau Ibu.
d.      Jika menggunakan singkatan, gunakan singkatan yang umum dan mudah dimengerti.
e.       Akhiri SMS dengan nama Anda dan nama instansi tempat Anda bekerja. Hal ini akan kelihatan lebih resmi dan akan memudahkan mitra kerja Anda untuk mengenali SMS Anda, karena bisa jadi orang yang Anda SMS tidak menyimpan nomor Anda.
f.       Jika SMS kita salah kirim, segera kirim SMS yang berisi permintaan maaf karena telah salah kirim.
g.      Jika SMS penting yang Anda kirim tidak segera mendapat balasan, konfirmasikan lagi melalui telepon.
h.      Jangan memakai huruf besar semua karena itu menandakan kemarahan.
i.        Ucapkan terima kasih pada akhir SMS.
j.        Jika mengirim/menerima SMS yang penting, jangan langsung dihapus sampai urusan yang dimaksud sudah selesai.
k.      SMS berakhir pada Anda.


C.    Penyelesaian Masalah Melalui Via Telpon

Penyelesaian masalah melalui via telpon tidak jauh berbeda dengan penyelesaian masalah melalui konseling langsung atau tatap muka, hanya saja perbedaannya melalui via telpon yaitu jarak yang memisahkan antara klien dengan konselor sehingga tidak bisa bertatap muka secara lagsung.

Dalam menyelesaikan masalah via telpon sebaiknya konselor harus teliti dan memahami atau mengerti dengan masalah yang di hadapi si klien. Dan konselor juga berhati-hati karena ada klien yang hanya bermain-main dalam konseling. Maka klien dan konselor harus memperhatikan aturan-aturan dan etika dalam konseling melalui via telpon.

Petunjuk Praktis Menerima Telepon
  • Ramah tamah dengan nada sambutan:
    "Hallo, Selamat Pagi" atau siang atau malam, lalu menyebutkan "Di sini .....(sebutkan nama pelayanan Hotline Anda), apakah ada hal yang dapat kami bantu?"
    Setelah klien menceritakan sedikit permasalahannya, tanyakan: "Apakah kami boleh mengenal nama Anda?"
  • Bila penelepon meragukan kerahasiaan percakapan, dengan sopan konselor memberi jaminannya.
  • Bila penelepon menanyakan nama konselor, dianjurkan konselor berhati-hati untuk tidak memberikan nama kepada sembarang orang (tidak setiap penelepon membutuhkan pengenalan pribadi atau nama konselor).
  • Bila penelepon tidak sopan, sebaiknya dengan satu kalimat yang pendek diingatkan (misal: "Anda tidak perlu marah-marah pada saya ...", "Anda tidak perlu mengatakan kata-kata yang tidak semestinya"), sambil ditanyakan sebetulnya apa yang ingin dia sampaikan. Bila ia tetap melanjutkan dengan kata-kata yang tidak sopan, telepon boleh ditutup.
  • Jika si penelepon mulai dengan laporan kekecewaannya terhadap konselor lain, Anda harus bisa menolong dia memfokuskan diri pada permasalahannya (jangan melayani hal-hal sampingan).
  • Kalau penelepon berbicara terus tanpa dapat dipotong, konselor harus bisa menghentikannya dengan sopan, dengan kata-kata: "Anda sudah berbicara banyak sekali, saya khawatir saya akan lupa dengan apa yang Anda katakan, bagaimana kalau kita mulai dengan point yang pertama dulu."
  • Kalau si penelepon orang beragama lain, Anda harus mematikan keinginan Anda (sementara) untuk membuat konseling menjadi penginjilan.
  • Bila penelepon itu menceritakan/menanyakan masalah orang lain dan bukan dirinya sendiri, Anda harus menghargai akan maksud baiknya, dengan mengatakan, "Anda mempunyai beban yang baik sekali memikirkan orang lain, tetapi kalau saya boleh tahu, apakah yang Anda akan lakukan setelah Anda tahu penyelesaian atas persoalan ini." Anda harus ingat klien Anda adalah si penelepon, meskipun konteks percakapan adalah masalah orang lain.
  • Bila penelepon marah terhadap Anda, dengan kata-kata apapun juga, jangan Anda melayani kemarahan tersebut. Akhiri percakapan dengan kalimat pendek: "Terpaksa saya tutup telepon ini, karena Anda belum siap melakukan percakapan konseling ini."
  • Kalau si penelepon mengajak Anda berdebat (misal: soal agama), jangan Anda melayani perdebatan tersebut, tetapi fokuskan diri kepada apa yang sebetulnya menjadi problem si penelepon (misal: kebencian terhadap orang tertentu, ketidak-puasan terhadap gereja).
  • Jika Anda terasa terganggu atau merasa kurang siap. (misal: penelepon menelepon jam dua pagi) Anda harus waspada terhadap apa yang terjadi pada diri Anda sendiri. Tariklah napas panjang dan katakan pada diri Anda sendiri: "Mungkin si penelepon betul- betul sedang sangat membutuhkan bantuan."
  • Bila suara klien terlalu kecil, Anda harus dengan jelas mengatakan bahwa Anda tidak mendengar suaranya: "Maafkan saya tidak dapat mendengar suara Anda dengan jelas, dapatkah Anda mengulang sekali lagi." (jangan sampai Anda menafsirkan keliru apa yang disampaikan).
  • Jika penelepon meminta Anda menelepon balik, karena tidak bisa melanjutkan percakapan, Anda harus menjelaskan bahwa dalam pelayanan Hotline Anda tidak dapat menelepon balik). Jika klien ingin berbicara pada rekan Anda, berikan jadwal rekan yang bersangkutan.
  • Tidak dibenarkan untuk perkenalan pribadi, pertemuan di luar konteks hotline, dan menerima hadiah secara pribadi. Namun demikian, pelayanan hotline adalah pelayanan konseling, sehingga hal di atas jangan dimutlakkan. Kadang-kadang ada orang yang secara tulus merasa tertolong melalui individu tertentu, sehingga ingin menyatakan rasa terima kasihnya dan menjalin hubungan yang sifatnya lebih pribadi. Dalam hal ini, menjadi tanggung-jawab pribadi di luar organisasi pelayanan hotline.
  • Jika penelepon ingin memberi hadiah, Anda harus memberikan pengertian bahwa pemberian hadiah dapat diterima dalam bentuk dukungan terhadap pelayanan hotline, tanpa kewajiban apapun juga dari pihak penerima (misalnya: tidak harus mengambil hadiah tersebut).
Kerjasama dengan Pelayanan-pelayanan Kemanusiaan yang Lain
  • Konselor harus menyadari akan keterbatasan pelayanan konseling pertelepon, bahkan keterbatasannya sebagai konselor (apapun juga latar belakang pendidikannya). Dalam kasus-kasus yang tidak mungkin ditanganinya sendiri, konselor harus siap bekerja-sama dengan orang-orang yang lebih tepat, misalnya: dokter, psikolog, pendeta, psikiater, pekerja sosial, polisi, dsb. Untuk maksud itu, konselor dalam pelayanan konseling melalui telepon, dianjurkan untuk mempunyai daftar referrals (rujukan) yang siap pakai, termasuk nama, alamat dan nomor telepon.
  • Di dalam hal menjaga kerahasiaan, konselor tetap bisa menyampaikan kepada orang lain, jikalau:
    • klien mengijinkan.
    • klien dalam kondisi yang sangat berbahaya, misalnya: klien akan bunuh diri. Dalam hal ini konselor harus menanyakan nama, alamat dan nomor teleponnya; dengan menanyakan: "Anda sekarang ada di mana?", "Apakah Anda sendiri?", sehingga konselor bisa menghubungi polisi, aparat keamanan, dokter, dsb.




















Referensi:

Yakub B. Susabda dan Tim Pelayanan Konseling Melalui Telepon. People Helpers Ministry Indonesia. Jakarta. Halaman: 57 – 58.