Senin, 10 Desember 2012

INTERAKSI SOSIAL



A.    Pengertian Interaksi Sosial

Interaksi sosial ialah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok.
Di dalam interaksi sosial ada kemungkinan individu dapat menyesuaikan dengan yang lain, atau sebaliknya. Pengertian penyesuaian di sini dalam arti luas, yaitu bahwa individu dapat meleburkan diri dengan keadaan di sekitarnya, atau sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dalam diri individu, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh individu yang bersangkutan.
Antara lingkungan dan individu terjadi interaksi satu dengan yang lainnya, sehingga perilaku individu tidak dapat lepas dari lingkungan, dan keadaan ini di formulasikan sebagai B = f(O → E).
Formulasi lain yang dikemukakan oleh Bandura (1977) memberikan gambaran lebih jelas tentang hubungan antara individu dengan lingkungannya dan individu dengan dirinya sendiri. Formulasi ini memberikan pengertian bahwa perilaku seseorang akan dapat mempengaruhi lingkungannya, tetapi juga dapat mempengaruhi individu yang bersangkutan. Dalam interaksi sosial formulasi ini mempunyai arti yang lebih bermakna dari pada formulasi yang terdahulu. Formulasi B = f(O → E) hanya memandang tentang timbulnya atau corak dari perilaku itu, sedangkan formulasi Bandura menunjukkan bagaimana peran perilaku terhadap lingkungan dan dirinya sendiri. Dengan demikian dalam memandang perilaku dalam interaksi sosial tidak lagi unidirectional tetapi bidirectional dalam arti bahwa perilaku juga dapat sebagai interactional determinant.
Interaksi yang kelihatannya sangat sederhana, sebenarnya merupakan suatu proses yang cukup kompleks. Memang kalau dilihat dari teori insting yang dikemukakan oleh McDougall (lih. Baron dan Byrne,1984), manusia itu secara instingtif akan berhubungan satu dengan yang lain (lih. Crider, dkk. 1983). Namun perilaku dalam interaksi sosial tidak sesederhana itu, tetapi perilaku itu didasari oleh berbagai faktor psikologis lain. Seperti dikemukakan oleh Floyd Allport (lih. Baron dan Byrne, 1984) bahwa perilaku dalam interaksi sosial ditentukan oleh banyak factor termasuk manusia lain yang ada disekitarnya dengan perilakunya yang spesifik. Walaupun demikian tentang faktor yang mendasari perilaku dalam interaksi sosial di antara para ahli belum terdapat kata yang menyatu.

B.     Faktor Imitasi

Seperti yang dikemukakan oleh G. Tarde (lih. Gerungan, 1966) faktor yang mendasari interaksi adalah faktor imitasi. Imitasi merupakan dorongan untuk meniru orang lain. Menurut Tarde faktor imitasi ini merupakan satu-satunya faktor yang mendasari atau melandasi interaksi sosial. Seperti yang dikemukakan oleh Gerungan (1966:36).
“Menurut Tarde, masyarakat itu tiada lain dari pengelomokan manusia dimana individu-individu yang satu mengimitasikan dari yang lain dan sebaliknya; bahkan masyarakat itu baru menjadi masyarakat sebenarnya apabila manusia mulai mengimitasi kegiatan manusia lain. Kata Tarde: Ia societe e’est I’ imitation”.
Terhadap pendapat Tarde ini sukarlah orang dapat menerima seluruhnya. Memang faktor imitasi mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat atau interaksi sosial, namun demikian interaksi bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang mendasari interaksi sosial. Imitasi tidaklah berlangsung dengan sendirinya, sehingga individu yang satu akan dengan sendirinya mengimitasi individu yang lain, demikian sebaliknya. Untuk mengadakan imitasi atau meniru ada faktor psikologis yang berperan. Dengan kata lain imitasi tidak berlangsung secara otomatis, tetapi ada faktor lain yang ikut berperan, sehingga seseorang mengadakan imitasi. Bagaimana orang dapat mengimitasi sesuatu kalau seseorang yang bersangkutan tidak mempunyai sikap menerima terhadap apa yang diimitasi itu. Dengan demikian untuk mengimitasi sesuatu perlu adanya sikap menerima, dan sikap mengagumi terhadap apa yang diimitasi itu, karena imitasi itu tidak berlangsung dengan sendirinya.
Tetapi disamping itu diakui juga bahwa faktor imitasi itu memang mempunyai peran dalam interaksi sosial. Misal dalam perkembangan bahasa, akan berlaku  faktor imitasi ini. Apa yang diucapkan anak, anak akan mengimitasikan dari keadaan sekelilingnya. Anak mengimitasi apa yang didengarnya, yang kemudian menyampaikan kepada orang lain, sehingga dengan demikian berkembanglah bahasa anak itu sebagai alat komunikasi dalam interaksi sosial. Demikian pula dalam perilaku, mode-mode dan sebagainya, imitasi banyak memegang peranan. Bila diobservasi, mode-mode yang melanda masyarakat, adalah karena faktor imitasi.

C.     Faktor Sugesti

Yang dimaksud dengan sugesti ialah pengaruh psikis, baik yang datang dari diri sendiri, maupun yang datang dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik dari individu yang bersangkutan. Karena itu sugesti dapat dibedakan (1) auto-sugesti, yaitu sugesti terhadap diri sendiri, sugesti yang datang dari dalam diri individu yang bersangkutan, dan (2) hetero-sugesti, yaitu sugesti yang datang dari orang lain.
Baik auto-sugesti maupun hetero-sugesti dalam kehidupan sehari-hari memegang peranan yang penting. Banyak hal yang tidak diharapkan oleh individu disebabkan baik karena auto-sugesti maupun hetero-sugesti. Misal seseorang sering merasa sakit-sakit saja, walaunpun secara objektif yang bersangkutan dalam keadaan sehat-sehat saja. Tetapi karena auto-sugesti orang tersebut merasa tidak dalam keadaan sehat, dan masih banyak lagi contoh yang dapat diangkat sebagai gambaran peranan auto-sugesti dalam kehidupan seseorang. Dalam lapangan psikologi sosial peranan hetero-sugesti lebih menonjol bila dibandingkan dengan auto-sugesti. Dalam kehidupan sosial banyak individu menerima sesuatu cara, pedoman, pandangan, norma, dan sebagainya dari orang lain tanpa adanya kritik terlebih dahulu terhadap apa yang diterima itu. Misal dalam bidang perdagangan, orang memprogandakan dagangannya sedemikian rupa, hingga tanpa berfikir lebih lanjut orang termakan propaganda itu, dan menerima saja apa yang diajukan oleh pedagang yang bersangkutan. Keadaan semacam ini banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Peranan sugesti dan imitasi dalam interaksi sosial hampir sama satu dengan yang lain, namun sebenarnya keduanya berbeda. Dalam hal imitasi orang yang mengimitasi keadaannya aktif, sedangkan yang diimitasi adalah pasif, dalam arti bahwa yang diimitasi tidak dengan aktif memberikan apa yang diperbuatnya. Apakah orang lain akan mengimitasi atau tidak, hal tersebut tidak menjadi masalahnya. Hal itu tidak demikian dalam sugesti. Dalam sugesti orang dengan sengaja, dengan secara aktif memberikan pandangan-pandangan, pendapat-pendapat, norma-norma dan sebagainya agar orang lain dapat menerima apa yang diberikan itu. Jadi di sini apa yang dituju atau apa yang dikehendaki itu telah jelas, yaitu agar orang lain dapat menerima apa yang diberikannya, hal ini berbeda dengan apa yang terjadi dalam imitasi. Seperti apa yang dikemukakan oleh penjual obat di tepi jalan misalnya, yaitu dengan maksud agar orang-orang yang mendengarkan obrolannya pada akhirnya akan membeli obat yang ditawarkan tersebut. Hal semacam ini juga akan didapati dalam  bidang-bidang lain, sehingga persoalan yang timbul ialah bagaimana agar orang dapat dengan mudah menerima sugesti. Hal ini dapat dikemukakan sebagai berikut.

·         Sugesti akan mudah diterima oleh orang lain, bila daya berpikir kritisnya dihambat
Seperti telah dipaparkan di depan sugesti itu akan diterima oleh orang lain tanpa adanya kritik terlebih dahulu. Karena itu bila orang masih dapat berpikir secara baik, masih dapat berpikir secara kritis, orang tersebut akan sulit menerima sugesti dari pihak lain. Makin kurang daya kritisnya, akan makin mudah orang menerima sugesti dari pihak lain. Daya berpikir kritis ini akan terhambat bila orang terkena stimulus yang bersifat emosional, dan juga kalau orang dalam keadaan lelah baik fisik maupun psikologis. Misal orang yang telah berjam-jam rapat, ia sudah lelah baik fisik maupun psikologis, adanya keengganan untuk berpikir secara berat, sehingga biasanya dalam keadaan yang demikian orang akan mudah menerima pendapat, pandangan dari pihak lain, atau dengan kata lain orang yang bersangkutan akan mudah menerima sugesti dari pihak lain.
Bagaimana peranan stimulus yang bersifat emosional akan menghambat proses berpikir secara kritis, dapat digambarkan oleh Denis de Rougemont berikut ini.
”Hampir empat kali enam puluh menit lamanya saya telah berdiri tegak, terjepit, tertopang oleh lautan manusia. Akan terbalaslah jerih payah saya? Tetapi sekonyong-konyong berkumandang diluar tiupan beratus-ratus selompret. Lampu-lampu listrik dalam ruangan rapat padam dengan serentak, sedangkan dari atas menyorot beberapa biasan cahaya kearah sebuah pintu yang sama tinggi letaknya dengan  serambi tempat duduk yang dibawah sekali.
………………………………………………………………………………
semuanya berdiri seperti patung, tak bergerak sedikit juga, mereka berteriak bersama-sama secara berirama dan mengarahkan mata kepada titik cahaya, kepada wajah yang tersenyum berseri-seri itu; maka bercucurlah air mata orang-orang itu dalam gelap.
………………………………………………………………………………
Perasaan saya pada ketika itu ialah apa yang dinamakan orang kekaguman yang mempesona (lih. Balai Pendidikan Guru, t.t.).
Pada umumnya apabila orang terkena stimulus yang emosional (misal stimulus dari orang peminta-minta yang pada umumnya bersifat emosional), orang tidak dapat lagi berpikir secara jernih, secara kritis, hingga akhirnya orang akan mudah menerima apa yang dikemukakan oleh orang lain, atau dengan kata lain orang akan mudah terkena sugesti.
·         Sugesti akan mudah diterima oleh orang lain, bila kemampuan berpikirnya terpecah-belah (dissosiasi)

Orang akan mudah terkena sugesti dari pihak lain apabila kemampuan berpikirnya terpecah-belah atau mengalami dissosiasi. Orang mengalami dissosiasi bila orang itu dalam keadaan kebingungan, karena menghadapi berbagai-bagai macam masalah. Orang yang sedang dalam kebingungan pada umumnya akan mudah menerima apa yang dikemukakan oleh pihak lain tanpa berpikir lebih jauh terlebih dahulu. Secara psikologis orang yang sedang dalam keadaan kebingungan, orang akan mencari pegangan untuk mengakhiri rasa kebingungannya tersebut. Apa yang dikemukakan oleh orang lain, akan mudah di ambil sebagai langkah untuk mengakhiri  rasa kebingungannya, tanpa pemikiran yang lebih jauh. Selama individu dalam kebingungan, selama itu pula keadaan jiwanya tidak tenteram. Karena itu kalau dalam masyarakat terjadi kebingungan, keadaan ini akan memberikan peluang yang menguntungkan bagi pihak-pihak yang akan memberikan sugesti mengenai sesuatu pandangan, pendapat, norma ataupun hal-hal yang lain.

·         Sugesti akan mudah diterima oleh orang lain, bila materinya mendapatkan dukungan orang banyak (sugesti mayoritas)
Dalam hal ini orang akan mempunyai kecenderungan untuk menerima sesuatu pandangan, pendapat, norma, dan sebagainya, apabila pandangan, pendapat ataupun norma tersebut telah mendapatkan dukungan orang banyak atau mayoritas, yaitu sebagian besar kelompok atau golongan memberikan sokongan atas pandangan, pendapat atau norma tersebut. Orang akan merasa terasing bila ia menolak pandangan, pendapat, ataupun norma yang telah didukung oleh orang banyak atau oleh mayoritas. Orang berkecenderungan oleh karena sebagian besar anggota telah memberikan dukungan atau telah menerima, maka orang akan terasing atau tersingkir dari mayoritas bila tidak ikut menerimanya.
·         Sugesti akan mudah diterima oleh lain,apabila yang memberikan materin itu orang yang mempunyai otoritas.
Walaupun materi yang diberikan itu sama, tetapi kalau yang memberikan itu berbeda, maka akan terdapat perbedaan dalam penerimaan atas materi yang bersangkutan. Dalam hal ini orang mempunyai kecenderungan akan mudah menerima sesuatu yang dikemukakan oleh orang lain apabila yang memberikan itu adalah orang yang mempunyai otoritas dalam bidangnya. Hal yang demikian ini akan menimbulkan rasa percaya bahwa apa yang diberikan itu memang benar, karena memang menjadi bidangnya, sehingga hal ini menimbulkan sikap penerimaan atas pendapat tersebut, dan pendapat yang dikemukakan itu pasti mengandung kebaikan-kebaikan atau kebenaran-kebenaran. Misal materi yang dikemukakan sama, tetapi yang satu dikemukakan oleh orang yang tidak mempunyai otoritas dalam bidangnya (misal seorang juru tulis), sedangkan yang lain diberikan oleh Bupati Kepala Daerah, maka dalam penerimaan atas materi tersebut jelas akan berbeda. Contoh lain, misal materi yang diberikan sama, tetapi yang memberikan teman pasien sendiri, sedangkan yang lain diberikan oleh seorang dokter, maka penerimaannya akan berbeda. Karenanya langkah yang praktis apabila akan memberikan sesuatu dengan maksud agar yang diberikan itu dapat mudah diterima oleh orang lain, maka orang yang memberikan sebaiknya mempunyai otoritas dalam bidang yang diberikan itu.
·         Sugesti akan mudah diterima oleh orang lain, apabila pada orang yang bersangkutan telah ada pendapat yang mendahului yang searah

Bila dalam diri individu telah ada pendapat yang mendahului dan pendapat ini masih dalam keadaan samar-samar dan pendapat tersebut searah dengan yang disugestikan, maka pada umunya orang akan mudah menerima pendapat yang disugestikan tersebut, karena yang disugestikan itu akan lebih meyakinkan tentang pendapat yang mendahuluinya. Orang yang dalam keadaan ragu-ragu akan mudah menerima sugesti yang diberikan oleh pihak lain yang akan menghilangkan rasa keragu-raguannya. Contoh: orang mempunyai pendapat bahwa minyak angin cap PPO merupakan minyak angin yang cukup baik bila dibandingkan dengan minyak angin yang lain. Tetapi pendapat ini masih merupakan pendapat yang samar-samar. Tiap hari orang tersebut mendengar iklan melalui radio bahwa minyak angin cap PPO merupakan minyak angin yang terbaik. Apa yang dikemukakan itu akan mudah diterima oleh orang yang bersangkutan, karena apa yang dikemukakan itu seakan-akan membenarkan pendapatnya dan lebih meyakinkan akan pendapat bahwa minyak angin cap PPO memang minyak angin yang terbaik. Apa yang didengarnya itu lebih meyakinkan akan pendapatnya yang mendahuluinya.

D.    Faktor Identifikasi

Faktor lain yang memegang peranan dalam interaksi sosial ialah faktor identifikasi. Identifikasi adalah suatu istilah yang dikemukakan oleh Freud, seorang tokoh dalam psikologi, khusunya dalam psikoanalisis. Identifikasi merupakan dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain. Sehubungan dengan identifikasi ini Freud menjelaskan bagaimana anak mempelajari norma-norma sosial dari orang tuanya. Dalam garis besar hal ini dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu:

·         Anak mempelajari dan menerima norma-norma sosial itu karena orang tua dengan sengaja mendidiknya. Orang tua dengan sengaja menanamkan norma-norma sosial kepada anak, bahwa ini baik, dan ini tidak baik, ini perlu dikerjakan, dan itu perlu ditinggalkan, dan sebagainya. Orang tua menghargai perilaku yang baik, dan mencela perbuatan yang tidak baik. Orang tua dengan sengaja menanamkan mana-mana perbuatan yang harus dilaksanakan, dan mana-mana perbuatan yang perlu ditinggalkan. Dengan jalan demikian akan tertanamlah norma-norma sosial pada anak.

·         Kesadaran akan norma-norma sosial juga dapat diperoleh anak dengan jalan  identifikasi, yaitu anak mengidentifikasikan diri pada orang tua, baik pada ibu maupun ada ayah. Karena itu kedudukan orang tua sangat penting sebagai tempat identifikasi dari anak-anaknya.
Di dalam identifikasi anak akan mengambil oper sikap-sikap ataupun norma-norma dari orang tuanya yang dijadikan tempat identifikasi itu. Dalam proses identifikasi ini seluruh norma-norma, cita-cita, sikap dan sebagainya dari orang tua sadapat mungkin dijadikan norma-norma, sikap-sikap dan sebagainya itu dari anak sendiri, dan anak menggunakan hal tersebut dalam perilaku sehari-hari. Kedudukan orang tua dalam keluarga adalah sangat penting, karena segala sesuatu yang diperbuat oleh orang tua akan dijadikan tauladan bagi anak-anaknya. Sesuai dengan perkembangan anak, mula-mula anak mengidentifikasikan diri pada orang tuanya, tetapi kemudian setelah anak masuk sekolah, tempat identifikasi dapat beralih dari orang tua kepada gurunya atau kepada orang lain yang dianggapnya bernilai tinggi dan yang dihormatinya. Identifikasi ini  dilakukan oleh anak kepada orang lain yang dianggap ideal dalam sesuatu segi, baik itu norma-normanya, sikap-sikapnya ataupun segi-segi yang lain, yang nilainya dianggap ideal dan ini masih kurang pada anak atau pada individu yang bersangkutan. Masa perkembangan dimana anak atau individu paling banyak melakukan identifikasi kepada orang lain ialah pada masa remaja. Dalam masa ini individu melepaskan identifikasinya dengan orang tua dan mencari norma-norma sosial sendiri. Karena itu dalam masa remaja banyak anak mencari tempat identifikasi pada orang-orang dalam masyarakat yang dianggapnya ideal bagi yang bersangkutan. Hal ini perlu disadari terutama bagi para pemimpin dalam masyarakat. Salah satu faktor yang menimbulkan hal-hal yang tidak diharapkan dari masyarakat pada remaja, antara lain karena kurang adanya tempat identifikasi bagi para remaja, kurang adanya figur-figur dalam masyarakat yang dipandang ideal bagi para remaja.
E.     Faktor Simpati
Selain faktor-faktor tersebut di atas faktor simpati juga memegang peranan dalam interaksi sosial. Simpati merupakan perasaan rasa tertarik kepada orang lain. Oleh karena simpati merupakan perasaan, maka simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan atas dasar perasaan atau emosi. Dalam simpati orang merasa tertarik kepada orang lain yang seakan-akan berlangsung dengan sendirinya, apa sebabnya merasa tertarik sering tidak dapat memberikan penjelasan lebih lanjut. Disamping individu mempunyai kecenderungan tertarik pada orang lain, individu juga mempunyai kecenderungan untuk menolak orang lain, ini yang sering disebut antipati. Jadi kalau simpati itu bersifat positif, maka antipati bersifat negatif.
Dalam antipati individu menunjukan adanya rasa penolakan pada orang lain. Simpati berkembang dalam hubungan individu satu dengan individu yang lain, demikian pula antipati. Dengan timbulnya simpati, akan terjalin saling pengertian yang mendalam antara individu satu dengan individu yang lain. Dengan demikian maka interaksi sosial yang bedasarkan atas simpati akan jauh lebih mendalam bila dibandingkan dengan interaksi baik atas dasar sugesti maupun imitasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar